Jumat, 09 Juni 2017

Cerita Seks Ngentot Mbak Dina Karena Tak Tahan Bodynya

Cerita Seks Ngentot Mbak Dina Karena Tak Tahan Bodynya
Mbak Dina yang telah mempunyai anak dua itu tinggal bersama mertuanya, karena suaminya mencari nafkah ke Kuwait hampir setahun yang lalu. Usia Mbak Dina aku tebak sekitar 29 tahunan, atau tepatnya 30 tahun ketika aku tak sengaja mendengar salah seorang ibu tetangga menanyakan usia menantu Pak Rudi ini.

Satu hal yang menarik dari menantu Pak Rudi ini adalah pakaian yang dikenakannya sehari hari. Ibu muda ini selalu berpakaian menutup rapat sekujur tubuhnya kecuali wajahnya dan telapak tangannya. Ibu Muda beranak dua ini selalu kulihat memakai jilbab yang lebar dan pakaian yang panjang longgar hingga mata kaki, bahkan sepasang kakinya selalu kulihat memakai kaos kaki kadangkala berwarna krem atau putih.

Sebenarnya aku tidak terlalu memperdulikan menantu Pak Rudi yang kelihatan alim itu, namun kalau aku berangkat kuliah, aku sering ketemu Mbak Dina pulang dari belanja di pasar. Setiap kali
bertemu, Mbak Dina selalu menyapaku ramah dan melempar senyum manisnya yang membuat aku menyadari Mbak Dina mempunyai paras wajah yang cantik. Wajah wanita tetanggaku yang selalu terbalut jilbab lebar ini mirip sekali dengan aktris Marissa Haque.

Satu setengah bulan sudah aku kost Depok, dan kadang kala aku berpikiran tentang Mbak Dina yang cantik itu. Apakah Mbak Dina tidak merasa kesepian ditinggal begitu lama oleh suaminya, namun melihat Mbak Dina yang alim itu aku nggak berani berpikir kotor kepada wanita ini.

'Keindahan yang tersembunyi' gumamku kalau mengingat Mbak Dina yang berwajah mirip aktris Marissa Haque, namun tubuhnya selalu tersembunyi dalam pakaian dan jilbab panjangnya yang rapat. Tubuh Mbak Dina pun kulihat cukup tinggi untuk ukuran wanita, aku pernah melihat ibu muda ini sama tinggi dengan Pak Rudi ketika dia berjalan bersama Pak Rudi, dan aku tahu tinggi mertua Mbak Dina ini 165 cm, berarti tinggi Mbak Dina juga 165 cm.

Senja itu aku baru pulang dari praktikum kimia. Hari sudah mulai gelap, termasuk daerah di sekitar kostku. Waktu aku lewat di samping rumah Pak Rudi, aku melewati salah satu jendela di rumah Pak Rudi yang memang sedang diperbaiki. Mungkin karena sedang diperbaiki, jendela itu tidak tertutup sempurna. Aku melihat ada beberapa lubang kecil pada jendela yang tengah diperbaiki itu dari
sinar lampu dalam rumah yang keluar lewat lubang-lubang kecil itu. Melihat lubang-lubang kecil itu timbul rasa isengku untuk mengintip ke dalam.

Dengan hati-hati aku segera menempelkan mataku pada lubang-lubang kecil tersebut, beberapa saat kemudian aku menemukan lubang yang cukup besar untuk mengintip. Ternyata jendela tersebut adalah jendela sebuah kamar, entah kamar siapa. Beberapa saat aku mengintip melalui lubang tersebut, namun keadaan kamar yang terang benderang itu terlihat sepi. Ketika aku hendak mengakhiri aktivitas mengintipku, tiba-tiba aku melihat pintu kamar itu terbuka dan aku lihat seorang masuk ke dalam kamar. Aku belum begitu jelas siapa orang itu, namun setelah orang itu sampai ke tempat yang lebih terang aku baru melihat ternyata orang tersebut adalah seorang wanita muda. Agaknya wanita itu baru selesai mandi ketika aku melihat rambut panjang ikalnya yang
basah serta handuk yang melilit tubuhnya.

Sesaat aku heran, karena aku tak mengenal dan tak pernah melihat perempuan berkulit putih ini
sebelumnya. Namun sekejap kemudian darahku terkesiap ketika aku mengamati wajah perempuan ini lebih seksama.

“Mbak Dina!!” desisku tertahan. Wajah cantik Mbak Dina yang mirip Marissa Haque teramat mudah dikenali. Tubuhku sesaat menggigil menyadari perempuan yang tengah kuintip ini adalah Mbak Dina yang alim berjilbab itu.

Aku tak pernah melihat tubuhnya kecuali hanya wajahnya yang terbalut jilbab lebar serta telapak tangannya yang putih terlihat halus. Namun saat ini perempuan berjilbab itu aku lihat hanya berlilitkan handuk pada tubuhnya. Mendadak timbul keinginanku untuk mengintip Mbak Dina yang agaknya hendak berganti pakaian setelah dia mandi. Dengan berdebar-debar aku berusaha lebih jelas melihat melalui lubang kecil tersebut, namun aku harus kecewa karena dari lubang pengintip itu, aku hanya mampu melihat tubuh Mbak Dina sampai dari kepala sampai ke pinggangnya karena pandangan dari sebagian lubang pengintip itu memang tertutup sebuah lemari buku. Walaupun hanya sebagian tubuh Mbak Dina yang terlihat, tubuhku sudah menggigil menahan birahi. Mataku membuka lebar-lebar ketika aku lihat Mbak Dina melepas handuk putih yang melilit tubuhnya. Aku yakin tubuh menantu Pak Rudi saat ini telanjang bulat. Sayangnya aku hanya mampu melihat dari
kepalanya hingga ke pinggangnya.

Aku menelan ludah berkali-kali melihat keindahan tubuh Mbak 
Dina yang terlihat lewat lubang pengintip. Mataku lekat menatap leher jenjang ibu muda ini yang terlihat mulus menggiurkan, lantas mataku menyusuri ke bawah hingga kulihat sepasang buah dada Mbak Dina yang telanjang. Nafasku mulai terengah dan kemaluanku pun mulai tegang ketika mataku lekat di dada Mbak Dina. Sepasang payudara ibu muda yang cukup montok ini masih terlihat kencang, walaupun tidak sekencang payudara seorang perawan. Kulitnya yang putih mulus dengan puting susu yang kecoklatan membuat buah dada Mbak Dina terlihat menggiurkan dan membangkitkan birahiku, Namun aku hanya mampu menikmati keindahan payudara Mbak Dina saja, karena ketika mataku menyusuri ke bawah payudaranya, lemari buku sialan itu menghalangi pandanganku, padahal aku tahu Mbak Dina tengah telanjang bulat saat ini.

Nafasku terengah-engah melihat Mbak Dina yang kemudian mengenakan BH untuk menutupi
sepasang buah dadanya yang sedang menjadi santapan mataku. Aku mengakhiri keasyikanku ketika Mbak 
Dina telah mengenakan pakaian, sebuah jubah panjang berbunga-bunga. Akhirnya aku kembali ke tempat kostku yang terletak di samping rumah Pak Rudi dengan birahi yang memuncak. Rasa seganku kepada Mbak Dina yang berjilbab itu berganti rasa birahi yang membakar. Ketika aku di kamar, aku mengocok kemaluanku sembari membayangkan kedua buah dada Mbak Dina kulihat
telanjang tadi. Aku membayangkan yang sedang mengocok-ngocok kemaluanku adalah tangan Mbak 
Dina dengan dada montoknya yang telanjang… Mmm.. Aku cuma bisa mendesah-desah dan menggigit bibirku menahan nikmat, sampai akhirnya aku mencapai puncak kenikmatanku ketika tubuhku bergetar hebat disertai muncratnya air mani kental dari ujung penisku dan eranganku menyebut nama wanita tetanggaku itu, membayangkan keindahan yang kuintip tadi.

“Ohhhh.. Mmm.. Ahhhh… SSshhhh.. Mbaak Dinnaaa… Ahhhhh.. Enaaaaakkkk.. Ahhhhhhh!!!”
desahku di di ujung kenikmatanku sebelum aku tergeletak lemas..

Sejak saat itu rasa seganku kepada wanita berjilbab ini lenyap justru aku selalu membayangkan tubuh Mbak 
Dina dalam onaniku. Aku mengkhayalkan keindahan tubuh di balik pakaian jubah panjang dan jilbab lebar yang selalu dikenakan ibu beranak dua ini. Setiap kali aku ketemu Mbak Dina dalam jilbab lebar dan jubah panjangnya, mataku lekat menatap sekujur tubuhnya sementara benakku membayangkan tubuh di balik pakaian yang menutup rapat tubuhnya itu. 

Beberapa kali aku menelan ludah melihat cetakan garis BH dan sekan-akan kulihat belahan buah dada yang montok itu di dada yang tertutup jilbab lebar itu. Akupun sekarang senang mengamati Mbak Dina ketika dia menyapu halaman rumahnya saat sore hari. Melalaui sela-sela jendela kamar kostku, aku melihat Mbak Dina tengah membungkuk menyapu. Pinggulnya yang terbungkus jubah pakaiannya nampak menggiurkan. Aku berulangkali menelan ludah ketikat melihat celana dalam yang dipakai Mbak Dina tercetak jelas pada jubahnya saat dia membungkuk untuk menyapu. Belahan pantatnya pun samar terlihat membuatku jakunku naik turun menahan getaran birahi. Rasa-rasanya aku ingin menyingkap jubah yang dipakai Mbak Dina ke atas, sehingga aku dapat melihat pantatnya yang montok itu. Namun aku hanya mampu membayangkan saja yang kemudian diakhiri dengan onani.

Hampir seminggu sejak aku pertama kali aku mengintip Mbak 
Dina yang membuatku akhirnya menyimpan birahi kepada wanita berjilbab tetanggaku itu. Rasa penasaranku bercampur birahi untuk melihat tubuh Mbak Dina di balik pakaiannya yang rapat kian menggebu. Aku selalu mencari celah untuk mengintipnya seperti seminggu lalu, namun ternyata tak ada sebuah lubang apapun di rumahnya untukku dapat mengintipnya dalam keadaan tak berjilbab dan berjubah itu. Ternyata aku hanya punya kesempatan mengintip sekali itu, karena jendela itu selesai selesai diperbaiki sehari setelah aku mengintip melalui lubang-lubang pada jendela yang rusak itu dan aku tak melihat ada celah untuk mengintip Mbak Dina lagi Sampai siang itu. Firza, anak pertama Mbak Dina yang sering bermain ke tempat kostku, tertidur di kamar kostku setelah dia lelah bermain.

Aku biarkan bocah laki-laki yang baru berusia 4 tahun ini lelap dalam tidurnya, sementara aku mengutak-atik komputer yang kebetulan rusak di kamarku. Setelah mengutak atik komputerku beberapa saat, aku harus membeli beberapa kabel baru. Ketika aku melangkah ke arah pintu
berniat membeli kabel-kabel itu, aku mendengar ketukan dan suara salam seorang wanita di pintu. Akupun membuka pintu seraya menjawab salam, dan aku tertegun ketika ternyata Mbak Dina yang ada di depan pintu kostku dengan wajah pucat dan terlihat lelah. Siang ini dia mengenakan jilbab putih lebar dengan jubah biru bermotif bunga serta kaus kaki krem yang membungkus kedua kakinya.

“Maaf dik.. Lihat Firza anak saya, nggak?.. Saya sudah kemana-mana mencarinya namun nggak ada.”tanya Mbak 
Dina terdengar cemas Aku tersenyum mendengar kecemasannya “Ada kok mbak, lagi tidur di kamar saya” Mbak Dina menarik nafas dalam-dalam “Syukurlah…biar saya ambil sekarang ”, “Terserah, Mbak Dina”kataku seraya melangkah masuk dikuti wanita berjilbab ini, mataku sempat melirik ke dada Mbak Dina yang montok, membuat kembali terbayang kemulusan buah dada montok yang telanjang di dada ibu muda ini saat kuintip seminggu lalu. Aku menelan ludah melihat dada Mbak Dina yang tertutup jilbab putih lebar itu, terlihat begitu montok menggiurkan.

“Tuh.. Masih tidur”kataku sambil menunjuk Firza yang tengah lelap di atas tempat tidurku..
Sesaat wajah cantik Mbak 
Dina tampak bimbang melihat anak pertamanya itu lelap dalam tidurnya. “Mungkin saya nitip anak saya dulu dik.. Kasian kayaknya dia lelap sekali tidurnya, nanti sore aku
ambil..”desisnya lirih. Aku tersenyum mengangguk, tapi sedetik kemudian aku ingat aku harus
membeli kabel buat komputerku.

“Nggak papa mbak, tapi sebentar aku mau pergi beli kabel, boleh aku minta mbak disini dulu sebentar ?” tanyaku”sampai aku kembali” Mbak 
Dina tersenyum lantas mengangguk, namun wajah cantiknya tampak kuyu letih.
“Mm.. Mbak 
Dina kayaknya letih yah.. Biar aku buatkan minum buat Mbak Dina sebentar, Mbak khan tamu di rumah ini, apalagi baru pertamakali berkunjung,” kataku spontan.
Wajah yang terbalut jilbab putih lebar itu tersenyum “Terserah adik.. Mbak memang haus”

Tak berapa lama kemudian, aku mengambil sebuah gelas yang aku tuangi dengan syrup ABC jeruk serta air dingin dari kulkas.
Ketika aku tengah mengaduk minuman untuk Mbak Dina, mataku menangkap beberapa bahan kimiawi praktikum di mejaku. Aku tahu beberapa bahan kimia itu mempunyai efek sebagai obat tidur. Sesaat aku merasa bimbang ketika timbul keinginanku untuk mencampur minuman untuk Mbak Dina dengan bahan kimiawi tersebut. Aku berhenti mengaduk, mataku melirik Mbak Dina yang tengah duduk di karpet ruang tamu sambil membaca sebuah majalah komputer milikku. Wajah cantik yang terbalut jilbab itu begitu mempesona, apalagi ketika kulihat ternyata ujung pakaian jubahnya agak tertarik ke atas tanpa di sadarinya, membuat salah satu betisnya
terlihat nyaris separuhnya. Walaupun betis Mbak 
Dina saat ini terbalut kaus kaki krem, namun betis yang terlihat nyaris separuh itu terlihat begitu indah.. Dan keindahan apalagikah ketika ujung jubah
itu kian tertarik ke atas.. Tanpa sadar aku menelan ludah membayangkannya, apalagi ketika teringat keindahan buah dada Mbak 
Dina yang pernah kulihat telanjang, membuat otakku kian dipenuhi
birahi terhadap wanita berjilbab yang kini duduk di karpet ruang tamu kost Akhirnya tanpa ragu aku mencampurkan bahan kimia itu ke dalam minuman dingin untuk Mbak 
Dina, cukup untuk membuat wanita ini terlelap.

“Silakan diminum Mbak.. Aku pergi beli kabel sebentar..”kataku dengan dada berdebar-debar.
Mbak 
Dina tersenyum sambil mengucapkan terima kasih, namun dia terlihat agak gugup ketika tahu mataku tengah memperhatikan betisnya yang tersingkap nyaris separuh itu.
“Terima kasih dik.. Ngrepotin aja”kata Mbak 
Dina sembari membenahi ujung jubahnya yg tertarik ke atas dengan sedikit tergesa, sehingga betis itu kembali tertutup. Aku tersenyum penuh arti ketika tangan Mbak Dina membenahi ujung jubahnya dengan sedikit gugup dan wajah
yang bersemu merah.

Beberapa saat kemudian Honda GL ku meluncur meninggalkan tempat kostku. Tak sampai 15 menit kemudian aku pun kembali. Jantungku berdegup kencang ketika aku memarkirkan sepeda motorku di teras, lantas aku membuka pintu dengan tergesa-gesa. Aku nyaris terlonjak dengan jantung
berdegup kian kencang ketika mataku menatap ke ruang tamu kostku yang hanya berlapis karpet biru itu. Mataku terbelalak melihat Mbak 
Dina ternyata telah tergeletak pulas di atas karpet ruang tamu.

“He he he he.. Ternyata bahan kimia itu bekerja baik”kataku sambil mendekati tubuh Mbak 
Dina yang tergeletak pulas, sementara gelas minuman yang kuberikan untuknya terlihat kosong, tanpa setitik air di dalamnya.
Aku tersenyum penuh nafsu, memandang wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat pulas terlentang di atas karpet ruang tamu kostku. Dengan jantung berdegup kian kencang aku menghampiri Mbak 
Dina, lantas berlutut di sampingnya. Mataku lekat menatap wajah Mbak Dina yang mirip artis Marissa Haque ini. Wajah cantik berbalut jilbab putih lebar itu kian terlihat cantik saat pulas tertidur membuatku kian bernafsu. Kemudian mataku menatap dadanya yang naik turun dengan teratur seiring nafasnya. Sepasang buah dada montok yang tertutup jilbab putih lebar itu membuatku menelan ludah, sehingga sesaat kemudian tanganku terulur menjamahnya. Aku merasa bermimpi ketika tanganku dengan sedikit gemetar meraba-raba bukit montok di dada Mbak Dina yg masih tertutup jilbab lebar itu.

“Ohh.. Montoknya” desisku dengan nafas mulai tersengal, lantas sedetik kemudian tanganku mulai meremas buah dada Mbak 
Dina yang masih tertutup jilbab putih yang lebar itu. Aku nyaris tak percaya kalau siang ini aku dapat meremas dada montok wanita berjilbab tetanggaku yang terlihat alim itu “Ohh.. Mbak Dina…….!!”desahku ketika kemudian tanganku meremas remas sepasang payudara kenyal di dada ibu muda beranak dua ini. Semakin lama tanganku kian liar meremas buah dada Mbak Dina membuat jilbab putih yang dikenakannya kusut tak karuan. Tanganku kemudian menyingkapkan jilbab putih yang menutupi dada montok itu keatas. Aku tersenyum ketika aku melihat tiga kancing pada bagian atas jubah yang dipakai ibu muda ini. Tanganku terasa gemetar ketika jemariku meraih tiga buah kancing yang rapat itu, lantas mulai membukanya satu persatu. Perlahan-lahan kulit mulus di dada Mbak Dina yang putih mulai terlihat merangsang birahiku. Jakunku naik turun dengan dada yang berdegup kian kencang. Birahiku kian liar bergolak, ketika tanganku semakin lebar menyingkap bagian atas jubah Mbak Dina yang terbuka itu. Belahan
payudara Mbak Dina yang montok itu membuatku kemaluanku kian mengeras dan mataku seakan tak berkedip melihat keindahan di dada wanita berjilbab ini. Mataku pun mulai melihat, BH warna krem yang membungkus sepasang payudara Mbak Dina, saat aku menyingkapkan semakin lebar bagian dada jubah yang dipakai wanita berjilbab ini.

Kemudian jubah yang dipakai Mbak 
Dina aku tarik ke bawah sehingga bagian atasnya tertarik kebawah melewati pundaknya, maka tersembulah sepasang buah dada Mbak Dina yang montok dan mulus menggiurkan. Buah dada Mbak Dina itu masih ketat terbungkus Bh wrana krem yang dikenakan wanita berjilbab ini.

“Ooohh.. Mbak 
Dina… Montoknya”desisku sambil menahan birahi yang kian menggelegak. Mataku liar melihat gundukan buah dada Mbak Dina yang masih tertutup BH warna krem. Kemudian dengan nafsu yang kian menggelegak, tanganku menarik cup BH itu ke atas yang membuat buah dada ibu muda ini tak tertutup lagi.

“Glek.. Ohh.. Mbak 
Dina….” desahku menahan birahi melihat payudara Mbak Dina yang kini
telanjang didepannya. Payudara telanjang di dada wanita berjilbab ini begitu indah bentuknya. Walaupun Mbak 
Dina telah beranak dua, namun sepasang buah dadanya masih terlihat kencang. Kulit Mbak Dina yang putih mulus dan puting susu kecoklatan yang terlihat mulai tegak membuat buah dada wanita berjilbab ini kian menggiurkan nafsuku.

Dengan gemetar tanganku mencoba menjamah buah dada ibu muda berjilbabvini. Aku seakan tak percaya mampu menjamah payudara seorang wanita alim seperti Mbak 
Dina, yang sehari-hari kulihat selalu menutup rapat sekujur tubuhnya dengan jilbab yang lebar dan jubah panjang yang longgar. Namun ketika tanganku merasakan kehangatan dan kekenyalan payudara Mbak Dina yang montok, tubuhku mengigil menahan birahi kian menggelegak. Kemudian dengan penuh nafsu
tanganku mulai meremas-remas payudara montok yang telanjang itu. Sepasang payudara yang selama ini tersembunyi di balik jubah dan jilbab lebar yang selalu dikenakan Mbak 
Dina kali ini ada dalam remasanku yang kian liar, “Mmm.. Mbaak Diiaann… Mmmm…” desisku sembari mempermainkan puting susu kecoklatan di dada Mbak Dina dengan jari-jariku. Aku merasakan puting susu ibu muda yang aku pelintir ini kian terasa tegak dan mengerasi. Nafasku memburu jalang, tubuhku menggigil menahan birahi menggelegak ketika tanganku bermain di dada telanjang
wanita berjilbab ini. Beberapa lama aku meremas-remas buah dada Mbak 
Dina yang telanjang itu dengan tanganku, sebelum aku mulai menjilati payudara wanita berjilbab itu dengan lidahku dan
menciuminya penuh nafsu.

Aku merasakan sepasang buah dada Mbak 
Dina yang telanjang itu kian kencang mengeras ketika aku menciuminya dan menjilatinya, bahkan ketika aku mengulum puting susu yang kecoklatan itu aku sempat terkejut oleh rintihan dari mulut Mbak Dina. Aku menatap wajah Mbak Dina yang masih terbalut jilbab putihnya itu, namun aku lihat wajahnya masih lelapdalm tidurnya hanya bibirnya memang mulai mendesah dan mengerang.

“Ohhh.. Mbak 
Dina mulai terangsang…” desisku melihat keadaan wanita berjilbab ini. Desahan yang keluar dari bibir Mbak Dina membuatku nafsu birahiku kian liar. Mulutku kian liar menciumi dan menjilati payudara telanjang didada wanita berjilbab ini. Puting susu yang kecoklatan itu aku kulum
dan aku hisap dengan bibir dan mulutku, membuat desahan Mbak 
Dina kian sering terdengar. Birahiku semakin terasa menggelegak jalang mendengar rintihan dan desahan wanita berjilbab ini. Sempat terbayang beberapa hari lalu, Mbak Dina terlihat begitu anggun dengan jubah dan jilbab lebarnya. Waktu itu aku hanya menelan ludah melihat tonjolan montok di dada yang tertutup jilbab lebar itu. Namun saat ini, payudara wanita berjilbab itu dapat aku nikmati sepuas birahiku.

Cukup lama aku memuaskan nafsuku pada kedua payudara montok Mbak 
Dina yang telanjang tanpa penutup itu. Aku melihat Mbak Aan semakin jalang mendesah dan merintih dalam tidurnya tiap kali aku menghisap dan menjilati dan menciumi kedua buah dadanya yang montok mengiurkan itu gila.. 

Baru pertama kali ini aku melihat seorang wanita berjilbab merintih begitu jalang dan liar, oleh birahi yang mencengkeramnya. Setelah aku puas dengan payudara Mbak Dina, mataku beralih menatap
bagian bawah tubuh ibu muda berjilbab ini. Aku melihat walapun beberapa kali, Mbak 
Dina menggeliat dan mengejang menahan rangsangan birahi dariku, namun ujung jubah yang dikenakan Mbak Dina tidak sampai tersingkap, bagian bawah Mbak Dina masih rapi tertutup oleh
jubah panjang yang dipakainya sehingga hanya terlihat kakinya yang terbungkus kaus kaki warna krem. Sesaat terbayang dalam benakku, rasa penasaranku selama ini yang membuatku ingin menyingkap jubah yang dipakai Mbak 
Dina. Perlahan kemudian aku mendekati kaki Mbak Dina 
yang masih tertutup jubah yang dipakainya. Dengan sedikit gemetar, tanganku terulur menyingkap jubah biru kembang yang dipakai Mbak 
Dina dengan. Jantungku berdegup kencang ketika jubah itu
mulai aku singkap ke atas, mataku mulai melihat sepasang betis Mbak 
Dina yang indah bentuknya. Sepasang betis yang indah ini masih terbungkus kaus kaki warna krem yang agak tipis. Tanganku semakin gemetar ketika ujung jubah biru itu aku singkap semakin ke atas menyusuri kaki Mbak Dina. Mataku kian membesar melihat ujung jubah yang tengah aku tarik ke atas itu mulai melewati lutut wanita berjilbab ini. Aku baru tahu, ternyata kaos kaki katun yang dipakai Mbak Dina cukup panjang, hampir seluruh betisnya tertutup oleh kaus kaki krem yang dipakainya. Nafasku kian mendengus kasar menahan nafsu birahiku saat ujung jubah itu aku singkap ke atas melewati kedua lututnya, dan mataku nyaris tak berkedip melihat keindahan yang terpampang dibalik jubah yang aku singkap semakin ke atas. Akhirnya ujung jubah biru yang semula rapat menutup tubuh ibu muda ini tersingkap hingga ke pinggangnya. Sepasang kaki wanita berjilbab itu kini tidak lagi tertutup jubah panjang itu.

“Ohh.. Mbak Dina..” desisku dengan mata nyaris tak berkedip melihat pemandangan di depanku. Sepasang paha putih Mbak Dina yang telanjang itu tampak mulus menggiurkan. Paha putih mulus itu masih terlihat kencang dan bulat padat. Tetapi yang membuat tubuhku menggigil hebat menahan birahi, ketika mataku menatap pangkal paha Mbak Dina yang telanjang. Mataku melotot melihat kemontokan bukit kemaluan wanita berjilbab yang masih tertutup celana dalam itu. Celana dalam biru yang dipakai Mbak Dina termasuk tipis untuk menyembunyikan gundukan kemaluan ibu muda ini sehingga mataku secara samar, mampu melihat bayangan bulu-bulu kemaluan dan belahan bibir kemaluan ibu muda berjilbab ini. Tubuhku gemetar melihat keindahan yang luar biasa ini dan batang kemaluanku terasa kian keras.

“Ohh.. Mbak Aaan.. Ohhh” desisku gemetar dengan mulut ternganga melihat keindahan di depan mataku. Terbayang kembali beberapa hari lalu, aku selalu melihat Mbak Dina adalah seorang wanita berjilbab lebar dan berjubah panjang membuatnya terlihat begitu alim. Beberapa menit yang lalu sebelum pulas terpengaruh oleh minuman dariku, Mbak Dina masih gugup dan terlihat malu ketika ujung jubahnya tersingkap yang hanya memperlihatkan separuh betisnya. Namun saat ini hampir tak kupercaya kalau aku telah melihat keindahan yang selama ini tersembunyi di balik jilbab lebar dan jubah panjang Mbak Dina itu. Aku menelan ludah berkali-kali dengan birahi kian menggelegak melihat pemandangan di depanku. Seorang perempuan berparas cantik dengan jilbabnya yang lebar serta jubah biru bermotif bunga tergolek dengan sepasang buah dada yang menyembul telanjang dan bagian bawah jubahnya tersingkap hingga ke perut memperlihatkan kemulusan sepasang pahanya dan celana dalam yang dikenakannya. Tubuhku menggigil penuh birahi yang menggelegak melihat keindahan yang langka ini.

Mbak 
Dina masih terlihat pulas dalam pengaruh obat tidur yang kucampurkan dalam minuman untuknya. Kedua mata di wajah cantiknya yang terbalut jilbab lebar putih masih tertutup dengan rapat, walaupun wanita berjilbab ini sempat merintih dan mengerang saat kurangsang sepasang payudara di dadanya. Berulang kali aku menelan ludah sementara penisku sudah mengeras oleh desakan birahi melihat keadaan Mbak Dina saat ini. Ibu muda tetanggaku yang selama ini tak pernah
kulihat kecuali wajah cantiknya dan telapak tangannya, saat ini kulihat setengah telanjang tergeletak di depanku. Jilbab putih lebar yang beberapa menit lalu masih rapi menyembunyikan kemontokan
dadanya, saat ini tersingkap ke atas dengan jubah yang terbuka pada bagian dadanya dan BH yang tersingkap, sehingga sepasang buah dada wanita berjilbab beranak dua yang selama ini tersembunyi, terpampang menggiurkan tanpa penutup,.

Dengan birahi yang menggelegak, aku bergeser mendekati kaki Mbak 
Dina yang terbuka itu. Aku melihat sepasang betis yang indah itu masih terbungkus kaus kaki warna krem yang cukup panjang hampir menutupi betisnya. Dengan sedikit gemetar, aku mengulurkan tanganku melepas sepasang kaus kaki warna krem itu dari kaki Mbak Dina. Aku kembali menelan ludah melihat kemulusan betis Mbak Dina yang kini telanjang di depanku. Aku sempat tersenyum teringat beberapa menit lalu, ketika Mbak Dina gugup terlihat separuh betisnya olehku karena jubah yang dipakainya tersingkap. Namun setelah wanita berjilbab ini pulas dalam pengaruh obat tidurku, aku bukan hanya mampu melihat betisnya namun juga menjamahnya bahkan lebih.

Telapak kaki Mbak 
Dina terlihat putih kemerahan, ketika tanganku meraihnya terasa halus di tanganku. Beberapa saat aku mengelusnya sebelum kemudian bibirku mulai menciumi telapak kaki yang bersih dan halus itu. Nafasku memburu kian cepat ketika dengan bernafsu aku menciumi dan menjilati telapak kaki wanita ini. Telapak kaki wanita berjilbab yang telanjang itupun terlihat berkilat oleh bekas jilatanku yang liar. Kemudian dengan penuh birahi, bibirku menyusuri kaki Mbak Dina semakin ke atas. Aku menciumi dan menjilati sepasang betis wanita berjilbab ini yang tak pernah kulihat sebelumnya karena selalu tertutup oleh pakaian panjangnya. Betis putih mulus yang indah dan ditumbuhi rambut-rambut halus itu terasa hangat di bibirku dan lidahku yang menjilatinya. Libidoku kian menggelegak saat bibir dan lidahku menciumi serta menjilati betis indah Mbak Dina yang tak pernah kulihat sebelumnya ini. Nafasku terengah-engah oleh desakan birahiku yang kian liar.

Saat bibir dan lidahku menciumi dan menjilati kemulusan betis Mbak Dina, tanganku menyusuri kaki wanita berjilbab ini kian ke atas. Tanganku mengelus-elus paha mulus Mbak Dina yang telanjang dan
bulat padat ini. Begitu halus, lembut dan hangat kulit Mbak 
Dina aku rasakan. Ketika menyentuh paha yang ditumbuhi bulu-bulu halus, aku merasakan kehangatan yang makin terasa mengalir ke telapak tangannya. Kemaluanku menjadi kian menegang keras dan membuat celanaku terasa sesak dan ketat. Jantungku makin berdegup kencang ketika aku meneruskan belaian tanganku makin jauh ke arah pangkal kaki wanita berjilbab yang mulus. Kulit tanganku merasakan hawa yang makin hangat dan lembab ketika tanganku makin jauh menggerayangi pangkal kaki Mbak Dina yang bak belalang itu. Gerakan tanganku terhenti ketika tanganku mulai menyentuh gundukan daging yang begitu lunak dan hangat, namun terasa masih terbungkus kain celana dalam. Beberapa saat
aku meraba-raba gundukan daging lunak hangat itu mengelus-elusnya, yang ternyata kembali membuat Mbak 
Dina merintih dan mengerang oleh rabaanku pada gundukan di selangkangannya. Bahkan semakin lama aku semakin gemas, sehingga kemaluan montok wanita berjilbab yang masih terbungkus celana dalam itu bukan hanya aku elus-elus, namun tanganku lantas meremas-remasnya penuh nafsu.

Aku sempat melirik wajah Mbak Dina yang masih terbalut jilbabnya, ketika wanita cantik ini merintih bahkan tubuhnya menggeliat. Aku hanya menyeringai ketika aku melihat wanita berjilbab ini tidak menunjukkan tanda-tanda sadar dari pengaruh obat tidurku. Akupun kembali menciumi dan menjilati kaki telanjang ibu muda berjilbab yang tak pernah kulihat mulusnya saat sebelumnya. Tanganku masih meremas-remas kemaluan montok di selangkangan Mbak Dina ketika aku menciumi dan menjilati sepasang paha mulusnya. Sepasang paha putih ibu muda berjilbab yang mulus itu terasa hangat di bibir dan lidahku membuatku semakin terangsang oleh birahi. Paha yang bulat indah dan ditumbuhi bulu-bulu halus itupun terlihat mengkilat oleh jilatan lidahku dan ciuman bibirku. Aku melihat Mbak Dina masih merintih-rintih dan tubuhnya menggeliat-geliat, bahkan kian lama rintihan wanita berjilbab itu kian terdengar jalang membuatku kian bernafsu.

Akhirnya ciuman dan jilatanku terhenti ketika bibirku telah merasakan lembab dan hangatnya pangkal paha Mbak Dina. Aku menghentikan remasanku pada gundukan kemaluan Mbak Dina yang masih tertutup celana dalam biru. Celana dalam yang dipakai ibu muda ini terlihat kusut karena remasan jari-jariku yang liar dan bernafsu. Dengan birahi yang menggelagak tanganku kini menarik celana dalam krem yang menutupi bagian tubuh Mbak Dina yang paling pribadi ini. Mataku seakan tak berkedip, ketika celana dalam yang dipakai Mbak Dina aku tarik ke bawah. Bermula dari tersembulnya rambut kemaluan yang cukup lebat dan hitam itu, aku terus menarik turun celana dalam itu. Dan aku seakan terpakau ketika aku menraik celana dalam itu kian ke bawah, belahan kemaluan ibu muda yang kemerahan itu pun tersembul begitu menggiurkan. Akhirnya sesaat kemudian bagian tubuh wanita berjilbab yang paling tersembunyi inipun terpampang tanpa penutup didepanku. Tubuhku mengigil oleh birahi melihat kemaluan telanjang Mbak Dina di depanku ini. Terbayang kembali di benakku, akan sebuah hasrat yang menjadi angan-anganku selama ini untuk menyingkap jubah Mbak Dina dan melihat keindahan di baliknya. Aku tak mengira bahwa keinginanku akan terwujud siang ini tanpa kesulitan sedikitpun.

Mataku lekat menatap kemaluan Mbak Dina yang ditumbuhi rambut cukup lebat namun terlihat rapi. Dengan libido semakin menggelagak, aku membuka kedua paha wanita berjilbab ini lantas aku membenamkan kepalaku diantara kedua paha putih mulus itu. Bibirku segera menciumi kemaluan wanita berjilbab yang ditumbuhi rambut cukup lebat itu. Nafasku terengah-engah diantara kedua paha mulus Mbak Dina. Bibirku dengan bernafsu menciumi permukaan kemaluan ibu muda ini dengan liar. Mbak Dina makin jalang merintih dan mengerang, tubuhnya menggeliat menahan rangsangan birahi di bagian tubuhnya yang paling rahasia itu. Lidahkupun bergantian menjilati permukaan kemaluan wanita berjilbab ini sehingga rambut kemaluan Mbak Dina terlihat basah.

Sambil membelai-belai rambut dan menjilati yang mengitari kemaluan Mbak Dina, Aku menghirup-hirup aroma harum khas kemaluan yang menyengat dari kemaluan wanita berjilbab ini, lantas aku pun meneruskan dengan jilatan ke seluruh sudut selangkangan Mbak Dina.

Sehingga kini kemaluan wanita berjilbab di depanku basah oleh air liurku. Tangankupun membuka bibir kemaluan Mbak 
Dina lantas aku julurkan lidahku ke arah klitoris dan menggelitik bagian itu dengan ujung lidahku. Mbak Dina yang masih belum tersadar dari pengaruh obat tidurku makin jalang merintih dan tubuhnya makin kerap menggelinjang, ketika bagian kewanitaan yang paling sensitif ini aku jilati. Aku merasakan ada pijitan-pijitan lembut dari lubang vagina Mbak Dina yang membuat lidahku seperti dijepit-jepit. Makin lama lubang itu makin basah oleh cairan bening yang agak lengket yang terasa asin di lidahku. Mbak Dina kini makin keras mengerang dan terengah-engah dalam tidurnya. Rupanya ia merasakan kenikmatan dalam mimpi, ketika kemaluannya aku ciumi dan aku jilati. Pinggulnya mulai menggelinjang dan kakinya ikut menggeliat.

Melihat tingkah Mbak Dina yang begitu merangsang menggairahkan, aku tak mampu menahan gelegak birahiku. Aku segera menurunkan celana training beserta celana dalamku, sehingga mencuatlah batang penisku yang besar dan panjang serta tegak mengeras kemerahan. Perlahan-lahan kedua kaki Mbak Dina kutarik melebar, sehingga kedua pahanya terpentang. Kedua lututku melebar di samping pinggul wanita berjilbab ini lantas tangan kananku menekan pada karpet, tepat disamping tangan Mbak Dina, sehingga sekarang aku berada dalam posisi setengah merangkak di atas wanita ini. Tangan kiriku memegang batang penisku. Perlahan-lahan kepala penisku kuletakkan pada belahan bibir kemaluan Mbak Dina yang telah basah itu. Kepala penisku yang besar itu kugosok-gosok dengan hati-hati pada bibir kemaluan wanita berjilbab tetanggaku ini. Terdengar suara erangan perlahan dari mulut Mbak Dina dan badannya agak mengeliat, tapi matanya masih tetap tertutup. Akhirnya kutekan perlahan-lahan kepala kemaluanku membelah bibir kemaluan ibu muda berjilbab yang cantik ini.

Sekarang kepala kemaluanku terjepit di antara bibir kemaluan Mbak Dina. Dari mulut wanita berjilbab ini tetap terdengar suara mendesis perlahan, akan tetapi badannya kelihatan mulai gelisah, agaknya Mbak Dina mulai sadar. Aku tidak mau mengambil resiko, sebelum Mbak Dina sadar, aku sudah harus memasukkan penisku ke dalam kemaluan ibu muda tetanggaku ini.

Dengan bantuan tangan kiriku yang terus membimbing penisku, kutekan perlahan-lahan tapi pasti pinggulku ke bawah, sehingga kepala penisku mulai menerobos ke dalam lubang kemaluan wanita berjilbab ini. Kelihatan sejenak kedua paha Mbak Dina bergerak melebar, seakan-akan tak mampu menampung desakan penisku ke dalam lubang kemaluannya.

Badannya tiba-tiba mulai bergetar menggeliat dan lantas kedua matanya mendadak terbuka, terbelalak bingung, memandangku yang sedang bertumpu di atasnya. Mulutnya terbuka seakan-akan dia siap untuk berteriak. Dengan cepat aku memagut bibir Mbak 
Dina untuk mendekap
mulutnya agar jangan berteriak. Karena gerakanku yang tiba-tiba itu, posisi berat badanku tidak dapat kujaga lagi, akibatnya seluruh berat pinggulku langsung menekan ke bawah, sehingga tidak dapat dicegah lagi penisku menerobos masuk ke dalam lubang kemaluan Mbak 
Dina dengan cepat.
Badan Mbak Dina tersentak ke atas dan kedua pahanya mencoba untuk dirapatkan, sedangkan kedua tangannya terlihat refleks mendorong keatas, menolak dadaku. Dari mulutnya keluar suara jeritan, tapi tertahan oleh bekapan bibirku yang melumat mulutnya.

“Aauuhhmm.. aauuhhmm.. hhmm..!” desahnya tidak jelas. Kemudian badannya mengeliat-geliat dengan hebat dan meronta-ronta, kelihatan Mbak 
Dina sangat kaget luar biasa melihatku tengah menindihnya. Meskipun Mbak Dina meronta-ronta hebat, akan tetapi bagian pinggulnya tidak dapat bergeser karena tertekan oleh pinggulku dengan rapat. Karena gerakan-gerakan wanita berjilbab
ini dengan kedua kakinya yang meronta-ronta itu, penisku yang telah terbenam di dalam vagina Mbak 
Dina terasa dipelintir-pelintir dan seakan-akan dipijit-pijit oleh otot-otot dalam vagina ibu muda ini.

Hal ini menimbulkan kenikmatan yang sukar dilukiskan. 
Cukup lama wanita berjilbab ini meronta-ronta hebat sebelum akhirnya rontaan Mbak Dina ini mulai melemah . Nafasnya memburu dengan mata yang menyorot tajam ke arahku penuh kemarahan dan kebencian. Wajah yang masih terbalut jilbab putih lebarnya itu kini merah padam, namun kemudian mata yang menyorot tajam itu terpejam, bahkan air matapun mengalir deras dari kedua matanya membasahi jilbab putih yang masih membalut wajahnya. Aku tidak memperdulikan semua itu bahkan aku justru mulai menggerakan penisku yang terjepit dalam kemaluan Mbak Dina. Aku terus menggerak-gerakkan penisnya naik-turun perlahan di dalam liang kemaluan ibu muda yang hangat itu. Liang itu berdenyut-denyut, seperti mau melumat kemaluanku. Rasanya nikmat luar biasa. Sembari terus menggerakan penisku naik turun, tanganku kembali menggerayangi payudara putih mulus yang sudah mengeras bertambah liat itu. Tanganku meremas perlahan, sambil sesekali dipijit-pijitnya
bagian puting susu yang sudah mencuat ke atas. Beberapa menit kemudian aku melihat kian lama air mata dari mata Mbak Dina yang terpejam mulai menyusut bahkan kembali aku merasakan, wanita berjilbab ini mulai kembali terengah seperti sebelum tersadar dari pengaruh obat tidurku.
Dengan dada berdebaran melihat perubahan pada Mbak Dina, aku melepaskan lumatan bibirku pada mulutnya dan aku nyaris terpekik, ketika aku melepaskan bibirku dari mulut Mbak Dina. Ternyata mulut Mbak Dina tengah merintih dan mengerang, membuatku kian liar menggerakan penisku naik turun pada kemaluan ibu muda ini. Seakan aku baru menyadari kalau wanita cukup lama ditinggal suaminya mencari nafkah ke luar negeri, sehingga walapun mungkin hatinya menolak
perlakuanku, namun tubuhnya tidak bisa menyembunyikan kenikmatan yang didapatnya. Bahkan semakin lama aku merasakan pinggul Mbak 
Dina ikut bergoyang mengikuti gerakan penisku yang naik turun dalam jepitan kemaluannya. Semakin lama rintihan Mbak Dina kian jalang dan tubuhnyapun menggelinjang merasakan nikmat yang lama tak didapatinya walaupun matanya masih terpejam. Dan akupun merasakan semakin nikmat luar biasa yang memelintir penisku dalam vagina ibu muda berjilbab ini.

Cukup lama tubuhku naik turun menyetubuhi ibu muda berjilbab tetanggaku ini. Nafasku terengah disertai desahan kenikmatan di atas tubuh Mbak Dina yang juga merintih dan menggelinjang dengan
jalang. Semakin lama aku semakin merasakan nikmat pada penisku sehingga beberapa menit kemudian aku merasakan hendak sampai kepuncak kenikmatanku. Dengan sepenuh tenaga aku menekan pinggulku kuat-kuat sehingga ujung penisku menyentuh dasar kemaluan Mbak 
Dina lalu
dengan geram yang cukup keras aku menuntaskan kenikmatan luar biasa yang kurasakan saat penisku memuntahkan cairan hangat cukup banyak dalam liang kemaluan Mbak 
Dina.

Aku menggeram penuh kenikmatan “Ahhhhh.. Mbak Diiaann.. Ahhhhhh.. Enaaakk” desahku sambil memeluk Mbak Dina erat-erat. Beberapa saat aku menikmati orgasmeku sebelum akhirnya aku lunglai di atas tubuh wanita berjilbab ini. Nafasku terengah-engah letih namun aku merasakan kenikmatan yang luar biasa yang sulit terlukiskan.

Baru sekejap aku lunglai, aku tersentak ketika aku merasakan tubuh Mbak Dina bergetar hebat, lantas tanpa aku duga tangannya memelukku kuat-kuat dan kedua pahanya melingkar memeluk pinggangku dengan ketat. Wanita berjilbab ini memiawik kenikmatan ketika kurasakan penisku yang masih terjepit dalam kemaluannya terasa tersedot-sedot sebelum akhirnya terguyur cairan hangat yang membasahi batang penisku. . “Ahhh.. Sssahhhh…enaaaaak…a hhhhhhh”pekik Mbak Dina 
yang masih berbalut jilbab putih sambil memelukku tubuhku kuat-kuat. Rupanya wanita berjilbab ini telah sampai pada puncak kenikmatannya. Beberapa saat aku merasakan ibu muda berjilbab ini
dalam orgasme hingga akhirnya kedua tangannya yang semula memelukku terkulai lemas dan kedua kakinya yang semula menjepit pinggangku kembali tergolek lemas. Aku pun segera mencabut kemaluanku dan terlentang di sebelah Mbak 
Dina yang terpejam kenikmatan.

Beberapa saat suasana sunyi, hanya terdengar nafasku dan nafas Mbak Dina yang berangsur normal. Namun beberapa saat kemudian aku dikagetkan oleh Mbak Dina yang tiba-tiba menjerit histeris. Aku
tergagap bangun dan kulihat wanita berjilbab ini duduk dengan menatapku penuh kebencian dan kemarahan, bibirnya terlihat gemetar dengan wajah yang merah padam. Tubuhnya pun terlihat menggigil hebat dengan nafas yang memburu.

“Kenapa Mbak?.. Bukankah Mbak Dina juga ikut menikmati??” ujarku sambil tersenyum penuh arti kepada wanita tetanggaku ini
“Tidaaaaaaaaaaaak..!!!!!!!!”pe kik Mbak Dina membuatku kaget. Tapi belum sempat aku berkata kembali, tiba-tiba Mbak Dina telah bangkit lantas membenahi jilbab dan pakaiannya dengan tergesa-
gesa. Aku hanya mampu memandangnya ketika wanita berjilbab ini kemudian berlari keluar dari rumahku. Wajah cantiknya terlihat merah padam, dan aku lihat air mata mengalir menyusuri pipinya.

Beberapa saat aku termangu-mangu memandang kibaran jilbab putih yang lebar yang dipakai Mbak Dina, saat ibu muda ini berlari keluar dari rumahku menuju rumahnya. Setelah wanita berjilbab itu hilang dari pandanganku aku menyeringai puas..

“Ternyata aku tak hanya mampu melihat keindahan tubuh yang selalu tertutup jilbab dan pakaian panjang itu, bahkan aku juga mampu menikmatinya.. Hehehehe..” bisik ku sambil terkekeh.
Aku masih tenggelam dalam lamunanku ketika akhirnya aku dikagetkan suara Firza yang rupanya bangun dari tidurnya di kamarku.

“Oom Firza mau pulang ” katanya. Aku tersenyum memandang anak sulung Mbak Dina ini. .
“Ya hati-hati yah.. Salam buat ibumu.. Ibumu memang cantik, mulus, sintal, dan hebat luar biasa, cah bagus ….. Hehehehehehe!!” kataku sambil terkekeh membuat bocah cilik ini terheran-heran.




Cerita Panas, Cerita Bokep, Cerita Ngentot, Cerita Dewasa, Cerita Seks, Cerita Sedarah, Cerita Sex Tante, Cerita Sex ABG, Cerita Sex Mesum, Cerita Dewasa Terbaru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar